Novel terakhir dari tetralogy Laskar Pelangi akhirnya keluar juga, judulnya Marhamah Karvov. Seperti novel Andrea Hirata lainnya, novel ini kembali menjadi best seller, hanya dalam dua bulan telah naik cetak sebanyak empat kali. Bila dalam novel dan film Laskar Pelangi yang sangat termasyur itu banyak menceritakan tokoh Lintang, seorang anak pandai yang terpaksa putus sekolah karena harus menghidupi adik-adiknya, maka pada Marhamah Karvov tokoh yang banyak diceritakan ternyata adalah seorang dokter gigi.
Alkisah, sejak puluhan tahun Indonesia
merdeka, belum pernah ada seorangpun
dokter gigi yang ditempatkan di kampung tempat Si Ikal tinggal. Sampai suatu
hari, setelah lima belas tahun berjuang, Ketua Karmun yang menjadi Kepala Desa
berhasil membujuk pejabat di Tanjong Pandan untuk menempatkan seorang dokter
gigi.
Desa itu menjadi heboh dengan persiapan
penyambutan sang dokter gigi, dari Penari Serampang Dua Belas, pembaca
deklamasi, penyanyi, musisi, sampai siapa yang akan memberi kalungan bunga
dipersiapkan dengan matang.
Apa yang kemudian terjadi pada hari
penyambutan adalah gabungan antara kelucuan dan keharuan. Ketika ambulans yang membawa
dokter gigi baru dengan sirenenya yang diraungkan sampai ke halaman Balai
Negeri tempat upacara penyambutan dilakukan, turunlah dari mobil tersebut seorang
gadis Tionghoa kecil nan lucu berambut poni, memakai baju putih, celana katun
selutut, rangsel pink, serta sepatu kets dengan kaos kaki semata kaki.
"Selamat datang, Dik," sambut Ketua Karmun ramah. "Bapakmu masih
di mobil, ya? "Saya Diaz," ucapnya tegas, "Dokter Gigi Budi Ardiaz
Tanuwijaya."
Kemudian intro lagu Indonesia Raya terdengar, serentak
para hadirin berdiri, drg. Diaz mengeluarkan jas dari tasnya dan mengenakannya
dengan bangga. Jas Almamater biru berlambang trisula, dari sebuah universitas terkenal
di Jakarta.
Yang terjadi kemudian adalah kisah
klasik seperti banyak menimpa para dokter gigi yang ditempatkan di daerah
terpencil dan sangat terpencil. Mozaik ke-25 Novel Maryamah Karpov diberi tajuk "Mereka
tak Butuh Dokter Gigi" Oleh Andrea Hirata. Sejak pertama kali datang, drg.
Diaz belum mendapat seorang pun pasien. Bagaimana tidak, tepat di depan tempat
kerjanya, berdiri rumah Lim Siong Put alias A. Put, dukun gigi yang telah
praktek sejak tahun 50-an. Pasiennya banyak sekali, bahkan ada yang datang jauh
dari Belinyu Pulang Bangka.
drg. Diaz tentu saja kalah oleh A.
Put, bukan hanya kalah pengalaman tetapi terutama kalah metode pengobatannya.
A. Put dapat menyembuhkan sakit gigi tanpa harus pasiennya membuka mulut. Ia
akan mengeser geserkan paku pada sebuah balok untuk mencari gigi yang sakit, anehnya
pasien merasakan sesuatu mengenai gigi-giginya, ketika rasa itu mengenai gigi yang
sakit maka A.Put akan memukulkan palu pada paku di atas balok; sakit gigi pun sirna
seketika. drg. Diaz pun menghibur diri dengan mengadakan penyuluhan-penyuluhan.
Namun hasilnya sama saja. Di Kampung Bira tak seorangpun datang ke tempat penyuluhan,
begitu pula yang terjadi di kampung Limbong, sampai akhirnya di Kampung Lilangan
beberapa orang datang karena dipaksa Ketua Karmun.
Praktek drg. Diaz baru pecah telur ketika
Si Ikal, tokoh utama novel ini gigi paling belakangnya sakit. Setelah dipaksa
berhari-hari oleh Ketua Karmun akhirnya ia mau pergi ke dokter gigi. Saat
kedatangan Si Ikal ke klinik gigi menjadi kehebohan baru akibat keinginan Ketua
Karmun memperkenalkan cara pengobatan gigi modern kepada masyarakat. Banyak
orang datang menonton, perwakilan murid beberapa sekolah sengaja didatangkan, bahkan
peristiwa ini diliput langsung oleh Radio Dangdut AM Suara Pengejawantahan,
serta dihadiri oleh koresponden surat kabar dari Pangkal Pinang.
Dokter Diaz memegang sonde dan kaca
mulut. Ia meminta Ikal membuka mulut. Ketua Karmun berseru "Nih, lihat itu
saudara-saudara, bukannya hebat?" Penontonpun kagum menganguk-angguk,
namun tidak demikian dengan drg. Diaz, senyum yang tadi dikulum tertelan, ia
menjadi agak pucat, "impacted pada molar ketiga", drg. Diaz mengucapkan
sesuatu yang seakan tak ingin ia ucapkan, tercium beban dalam keseluruhan
kalimatnya, "tak ada pilihan lain odontektomi".
Maka terjadilah sebuah perjuangan,
odontektomi bukan pekerjaan lumrah dokter gigi umum, bila di Jakarta pasti langsung
dikonsul ke spesialis bedah mulut. Namun keluhuran dan harga diri seluruh
dokter gigi Indonesia yang jadi taruhannya bila odontektomi ini tidak jadi atau
gagal dilakukan. Dokter Diaz seperti ingin mengurungkan Odontektomi, tapi bak
bahtera, sauh telah diangkat, layar telah terkembang, tak mungkin ia surut.
Lagi pula ia mengemban misi yang lebih penting daripada sekedar operasi gigi,
yaitu meyakinkan masyarakat.
Setelah puluhan kali mencoba, selama
lebih dari satu jam, disertai keringat bercucuran, dan rasa putus asa, akhirnya
drg. Budi Ardiaz Tanuwijaya berhasil mempertahankan kehormatan profesinya di depan
orang-orang Belitong, gigi itu tercabut. Salut untuk drg. Diaz karena telah menjaga
keluhuran profesi yang menurut Andrea Hirata adalah perpaduan dari kecerdasan
otak, kecantikan wajah, dan tenaga kuli. Untuk cerita lengkapnya silahkan beli
dan baca Novel Andrea Hirata, berjudul Maryamah Karpov. [Penulis : Kosterman Usri; Foto : PT Perempuan Digital Indonesia]
Posting Komentar untuk "Tetralogi Terakhir Laskar Pelangi, Kisah Perjuangan Dokter Gigi di Pulau Belitong"