Senin, 01 Januari 2007

TUKANG GIGI MAKIN MEMBAHAYAKAN MASYARAKAT

Di hampir seluruh wilayah Indonesia dengan mudah "tempat praktek" tukang gigi dengan ciri gambar gigi putih bergusi merah menyala dapat dijumpai. Bila dahulu hanya menerima pembuatan gigi palsu saja, kini "kompetensinya" telah makin bertambah sehingga juga menerima pemasangan "alat orto", jaket, sampai penambalan gigi. Tentu saja tanpa memperhati-kan kaidah medis karena mereka memang mereka tidak pernah mempelajarinya. Masalah penanganan tukang gigi di Indonesia memang mengalami kemunduran, seorang dokter gigi senior di Jakarta menuding otonomi daerah yang melahirkan birokrat Dinas Kesehatan berwawasan hukum sempit sebagai penyebabnya. Menurutnya sebenarnya kebijakan pemerintah pusat tentang tukang gigi sudah jelas yaitu penghi-langan secara alami dengan cara tidak memberi izin baru, seperti diatur dalam Permenkes Nomor 53/DPK/K/69 dan Kepdiryandik Nomor 234/Yan.Med/KG-5/91. Kedua surat keputusan ini sampai sekarang belum pernah dicabut sehingga mengherankan bila ada upaya memasukan tukang gigi ke dalam golongan pengobatan tradisional, ujarnya. Seorang pakar hukum keseha-tan dalam sebuah kesempatan seminar menambahkan bahwa praktek tukang gigi dapat dikenai tuduhan pelanggaran terhadap Pasal 73 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004. Karena merupakan suatu pelanggaran terhadap undang-undang, beliau menganjurkan agar Pengurus Besar PDGI melaporkan masalah ini kepada Mabes Polri di Jakarta supaya memiliki efek ke seluruh Indonesia. Permasalahan tukang gigi banyak mendapat komentar pembaca DENTAMEDIA setelah menbaca artikel Asep Jajuli Arwana berjudul "Beda Dokter Gigi dengan Tukang Gigi" yang di muat dalam DENTAMEDIA Nomor 3 Volume 10. Beberapa tindakan "praktek" tukang gigi yang dilaporkan membahayakan masyarakat antara lain : Pembuatan gigi tiruan tanpa mencabut sisa akar dan menambal gigi yang berlubang, pembuatan gigi tiruan langsung di dalam mulut tanpa proses pencetakan, pembuatan gigi tiruan lepasan yang tidak bisa dicabut, penambalan gigi tanpa pembuangan jaringan karies atau perawatan saluran akar, serta pemasangan alat ortodontik cekat dengan tujuan untuk variasi. Penghilangan tukang gigi sebenarnya telah menjadi agenda sejak Kongres PDGI yang pertama di Jakarta, bahkan sebagian sesepuh dokter gigi mengatakan bahwa salah satu hal yang mendorong Belanda mendirikan STOVIT di Surabaya adalah untuk menghilangkan para Tandmeester atau tukang gigi yang prakteknya asal-asalan, namun sayang walau telah 79 tahun upaya itu dilakukan, sampai sekarang tukang gigi tetap ada. *Dentamedia No 1 Vol 11 Jan-Mar 2007. Naskah : Kosterman Usri. Foto: H.R. Ginandjar A.R.

14 comments:

Anonimmengatakan...

Jangan Pernah membunuh pencarian nafkah orang lain, aturan hanya boleh dibuat untuk untuk melindungi masyarakat secara keseluruhan, termasuk tukang gigi. Tukang gigi seharusnya dibina dan Diarahkan dengan baik. Jangan naif sekarang ini Terlalu Mahal biaya pendidikan yang dikeluarkan untuk menjadi seorang Dr. gigi di indonesia. Masih Terlalu banyak mafia2 pendidikan di perguruan tinggi. Mau sampai kapan bangsa ini bisa bertahan jika para penguasanya masih tidak peduli thdp pendidikan rakyatnya. Apalagi bagi masyarakat proletar golongan ekonomi lemah. Indonesia selalu ketinggalan terus dengan malaysia. Berapa besar anggaran pendidikan indonesia dibuat untuk masyarakat ? tanya noh penguasa !!

Unknown mengatakan...

Saya rasa justru tukang gigi jangan memanfaatkan kesempatan dari aturan yg belum jelas sehingga malah menyalahgunakan kompetensi. Baik tukang gigi dan dokter gigi seharusnya memiliki kompetensi masing2 yg tidak dapat dibandingkan, oleh karena itu seharusnya baik pemerintah atau organisasi profesi dapat menjembatani masalah yg timbul karena ketidakjelasan tugas dan wewenang tukang gigi dalam menangani tindakan medis gigi dan mulut. Aturan tidak dibuat untuk membunuh pencaharian nafkah orang lain tapi untuk melindungi konsumen atau pasien yg datang untuk meminta pertolongan jasa kesehatan gigi.

Saya rasa wajar jika pendidikan dokter gigi mahal karena baik ilmu dan materi yg digunakan juga mahal, sekarang untuk golongan ekonomi lemah atau masyarakat umum telah disediakan, bahkan dari jaman orde baru, puskesmas yg terdapat jasa tenaga medis dokter gigi untuk melayani masyarakat tersebut dan tentu saja jauh lebih murah.

Saya rasa kembali ke hati nurani kita masing-masing bagaimana menyikapi masalah ini, saya sebagai dokter gigi saja masih deg-degan dan hati-hati sekali dalam memberikan pelayanan medis kedokteran gigi kepada masyarakat apalagi tukang gigi yg notabene rata2 belum mendapatkan pembinaan dan arahan yg baik.

Mohon pemerintah dan organisasi profesi dapat menyikapi persoalan ini dengan tegas dan bijak. Terima kasih.

The Dentist mengatakan...

Jurnalis Dentamedia, tolong dong saya dibagi file Permenkes Nomor 53/DPK/K/69 dan Kepdiryandik Nomor 234/Yan.Med/KG-5/91. Penasaran nih, pengen baca lengkap. Kalau bisa, tolong dong di emailkan di pphz88@yahoo.com. Thx a lot!

Hasby Pri Choiruna mengatakan...

Alangkah bijaknya jika menilai sesuatu dari sisi yang berbeda,
Bagaimana nasib tukang gigi yg ada skarang jika mata pencaharianx dilarang?
Apakah ADA yg brani mjamin bahwa tidak ada MALPRAKTIK pada dokter gigi?
Apa bisa pelayanan dokter gigi semurah tukang gigi?
Emangnya brapa biaya pemasangan gigi palsu ama dokter gigi di puskesmas?apa ada?apa murah?
Ya,saya cuma bisa berharap supaya orang pintar bisa cerdas menyikapi hal ini,sehingga tidak ada yg dirugikan,

marius istia mengatakan...

Aturan pemerintah sudah jelas,... sebagai warga negara yg baik kita harus tunduk pada aturan undang-undag tersebut,.... lagian kan kasihan orang yang profesinya dokter gigi .. udah sekolah begitu mahal.. mungkin butuh waktu lama,.. menguras tenaga..menghabiskan banyak waktu.. setelah itu untuk mengurus ijinnya harus ikut ujian kompetensi,.dll,..
jadi rekan rekan yang bukan profesi dokter gigi dan memberanikan diri untuk melakukan tindakan yang seharusnya itu hak dokter gigi,... tolonglah.. sadar... dan .. insaf...
siapapun dia pasti akan marah kalau ada orang yang menyerobot masuk dan merebut lahan yang menurut aturan undang undang menjadi garapannya.....
thanks ya..

Tabri mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Andre Prasetyo mengatakan...

Beginilah pemikiran orang Indonesia...maunya yang MURAH tanpa memperhatikan kesehatan atau efek yang bakal terjadi. Apa anda-anda bisa menjamin kalau bahan yang digunakan di tukang gigi aman ??? Memang anda tahu bahan yg digunakan itu masih baru atau mungkin sudah kadaluarsa namun tetap dipakai ? Jangan hanya dipikirkan MURAH-nya saja. Biaya berobat ke dokter gigi sebanding kok dengan ilmu yang mereka punya atau alat2 dan bahan2 yg mereka gunakan. Coba kalau anda masuk FKG dan merasakan sendiri bagaimana menimba ilmu untuk menjadi dokter gigi yang berkompeten serta berapa biaya yang dikeluarkan, mungkin anda tidak akan ngomong seperti ini. Saya tidak bilang profesi tukang gigi itu salah, namun mereka punya batasan2 tertentu dalam menjalankan profesinya. Beda dengan dokter gigi. Nah tukang gigi yg ada sekarang ini malah melewati batas2 tersebut. Jadi itulah yang harus ditertibkan. Sadarlah bapak2, ibu2, justru kalau kita berpikiran "lebih baik ke tukang gigi karena murah" justru INDONESIA TIDAK AKAN MAJU dengan pemikiran seperti itu. Hal ini harusnya memotivasi kita untuk menuntut ilmu lebih baik supaya Indonesia maju. BUKAN CUMA MENGELUH INI MAHAL, ITU MAHAL. Banyak kok orang2 yg berjuang dari nol sampai mereka bisa sukses. SEMUA ITU TERGANTUNG DIRI ANDA SENDIRI, jd alangkah baiknya jika kita tidak men-judge sesuatu.

Andre Prasetyo mengatakan...

Apa anda2 juga bisa menjamin dengan adanya tukang gigi lalu Indonesia bisa maju ??? Apa anda juga bisa menjamin tukang gigi tidak melakukan MALPRAKTIK ? MAsalah malpraktik itu bisa terjadi oleh siapa saja, baik dokter gigi maupun tukang gigi. Kembali lagi ke orangnya masing2....yang saya tangkap disini banyak yang tidak mengerti perbedaan TUKANG GIGI dengan DOKTER GIGI. Sepertinya anda cuma tau bedanya MAHAL atau MURAH saja. Miris sekali negara ini...

pramonomamasdado mengatakan...

hukum itu pemaksaan, hukum itu wajib, hukum itu sudah mempertimbangkan mana manfaat lebih banyak dan mudharat. 75000 tukang gigi nganggur bulan april

tapi ingat 250 jt penduduk indonesia terselamatkan dari praktek tanpa ilmu dan ilegal !!!!!. mengorbankan sedikit demi kebaikan yg lebih besar.

keadilan itu bukan sama rata tapi proporsional. jadi samina watona.. ikuti hukum yg berlaku !!!

Onod32 mengatakan...

Kok pusing2 amat ya, sderhana aja :

1. Yang punya DUIT = Dokter Gigi
2. Yang cekak pas-pasan = Tukang Gigi.

Masalah malpraktik/tidak ya resiko ditanggung penumpang...ada uang ada barang

gitu aja kok repot

Unknown mengatakan...

masalah gigi aja repot dokter gigi banyak yg goblok tu by www.potonngigi.blogspot.com

Unknown mengatakan...

Sebenarnya dokter baik tapi sering mahal bagi masyarakat dan dokter umumnya tunggu bola shg kalah dengan tukang gigi yang aktif menjajakan. Kadang pekerjaan tukang gigi cukup baik dan murah. Jalan keluarnya perlu kerja sama karena sama2 cari makan. Jika tukang gigi diawasi dokter lebih baik. Tinggal disepakati bagi hasilnya.

Unknown mengatakan...

Ngak sekolah bicara nya kasar. .. maklum...Smoga bisa bicara yang baik biar seperti anak sekolah. Met yaa..

Unknown mengatakan...

Konsumen itu raja, nggak bisa didekte ....yg gak punya uang ya pasti ke tukang gigi sekalipun neresiko .... tapi yang punya duit ya cari aman ke dokter. Tapi dokter kan juga tak bebas risiko too ... baiknya kerjasama menhintegrasikan kelebihan masing 2 pasti masyarakat lebih puas. ..

BERITA

ACARA

ORGANISASI

WAWASAN

OPINI

 
Hak cipta copyright © 1997-2024 Dentamedia, isi dapat dikutip dengan menyebutkan sumbernya
© free template by Blogspot tutorial